Arti Istilah Enjambemen dalam puisi beserta contohnya
Monday, July 22, 2019
Edit
Masih Membahas tentang istilah dalam puisi. Dari sekian banyak istilah-istilah yang ada dalam puisi, saatnya kita membahas tentang Enjambemen.
Enjambemen dalam puisi bisa diartikan sebagai larik bersambung atau peristiwa sambung -menyambungnya dua larik sajak yang berurutan. jadi Enjambemen dapat didefinisikan sebagai penataan kata dalam kalimat dengan cara memotong kalimat atau frasa diakhir larik, kemudian meletakkan potongan larik tersebut pada awal larik berikutnya.
Penggunaan enjambemen dalam puisi dimaksudkan untuk menekankan makna bagian-bagian tertentu serta menghubungkan bagian yang mendahuluinya dengan bagian berikutnya. Enjambemen ini dapat kita temukan dalam beberapa puisi karya sastrawan terkenal indonesia seperti pada dua puisi karya WS.Rendra seonggok jagung dikamar dan Moranbong Pyongyang. Untuk lebih jelasnya mari simak perhatikan dua contoh puisi berikut ini :
Seonggok Jagung di kamar (WS.Rendra)
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda
yang kurang sekolahan.
Memandang jagung itu,
sang pemuda melihat ladang;
ia melihat petani;
ia melihat panen;
dan suatu hari subuh,
para wanita dengan gendongan
pergi ke pasar ………..
Dan ia juga melihat
suatu pagi hari
di dekat sumur
gadis-gadis bercanda
sambil menumbuk jagung
menjadi maisena.
Sedang di dalam dapur
tungku-tungku menyala.
Di dalam udara murni
tercium kuwe jagung
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda.
Ia siap menggarap jagung
Ia melihat kemungkinan
otak dan tangan
siap bekerja
Tetapi ini :
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda tamat SLA
Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.
Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.
Ia memandang jagung itu
dan ia melihat dirinya terlunta-lunta .
Ia melihat dirinya ditendang dari diskotik.
Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalase.
Ia melihat saingannya naik sepeda motor.
Ia melihat nomor-nomor lotre.
Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal.
Seonggok jagung di kamar
tidak menyangkut pada akal,
tidak akan menolongnya.
Seonggok jagung di kamar
tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan.
Yang tidak terlatih dalam metode,
dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang latihan bebas berkarya.
Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.
Aku bertanya :
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang
belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya,
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”
Moranbong Pyongyang (WS.Rendra)
Aku akan tidur
di rumputan
di tepi kolam.
Sementara undan
dan belibis
berenangan.
Lihatlah, aku berdosa.
Aku akan tidur
di bawah pohon liu
yang rindang.
Dalam waktu yang mewah
tapi hampa
aku berjalan dalam taman
mengintip pasangan bersembunyi
di dalam hutan.
Sambil makan
jagung bakar
dan apel Korea
mendengarkan lagu rakyat
dinyanyikan orang.
Kantongku pun penuh dosa.
Lalu kupilihlah tempat ini.
tempat tidurku di rumputan
dekat tembok pagar yang tua
memandang kuil beratap merah
dan angin lewat
untuk pergi ke lembah yang jauh.
Mencuri dosa.
Aku akan tidur
di tepi kolam
di bawah pohon liu
yang rindang.
Aku payah oleh dosa.
Dua contoh puisi diatas memiliki beberapa kata bersambung pada beberapa kalimat, yang seharunya dapat dijadikan satu kalimat namun untuk kesempurnaan maka kata tersebut dipisah kedalam kalimat berikutnya. dua puisi tersebut tergolong puisi yang sukses menggunakan enjambemen untuk mengatur keindahan puisi. yang memang sebenarnya dalam penggunaan enjambemen ini tergantung teknik dan karakter seseorang penyair yang membuatnya. Terimakasih.
.
.
.
.
.