5 puisi perjuangan terbaik WS.RENDRA




WS.RENDRA
Para penikmat sastra sudah pasti sedikit banyak mengenal sosok sastrawan indonesia yang satu ini.  WS. Rendra, pria yang lahir disolo tanggal 7 November 1935 ini merupakan sastrawan asal indonesia yang karyanya sudah tidak diragukan lagi. penyair yang kerap dijuluki "burung merak" ini memiliki banyak puisi dengan tema yang beragam, salah satunya adalah yang bertemakan pahlawan, untuk lebih mengenal beliau mari kita simak 5 puisi perjuangan karya WS. Rendra berikut ini :


GUGUR

Ia merangkak
diatas bumi yang dicintainya
tiada kuasa lagi menegak
telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
ke dada musuh yang merebut kotanya

Ia merangkak
diatas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka dibadannya

Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya

Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
diantaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya

Ia merangkak
diatas bumi yang dicintainya
belum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya
ketika anaknya memegang tangannya
Ia berkata :

"Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah,
dan akupun berasal dari tanah
tanah ambarawa yang kucinta
kita bukanlah anak jadah
kerna kita punya bumi kecintaan.
bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.

Bumi kita adalah tempat pautan yang sah
bumi kita adalah kehormatan
bumi kita adalah jua dari jiwa
ia adalah bumi nenek moyang
ia adalah bumi waris yang sekarang
ia adalah bumi waris yang akan datang."

Hari pun berangkat malam
bumi berpeluh dan terbakar
kerna api menyala di kota ambarawa

Orang tua itu kembali berkata :
"Lihatlah, hari telah fajar!
wahai bumi yang indah
kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menancapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata : 
"Alangkah gemburnya tanah disini!"

Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya


Lagu Serdadu

Kami masuk serdadu dan dapat senapan
ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang
Yoho, darah kami cmpur arak!
Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak

Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali
wahai, tanah yang baik untuk mati
dan kalau ku telentang dengan pelor timah
cukilah ia baga puteraku di rumah


GERILYA

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Dengan tujuh lubang pelor
di ketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya

Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama

Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Lewat gardu belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya


Lagu Seorang Gerilya

Engkau melayang jauh, kekasihku
engkau mandi cahaya matahari
aku disini memandangmu
menyandang senapan berbendera pusaka

Diantara pohon-pohon pisang dikampung kita yang berdebu
engakau berkudung selendang katun di kepalamu
engkau menjadi saatu keindahan,
sementara dari jauh
resimen tank penindas terdengar menderu

Malam bermandi cahaya matahari
kehijauan menyelimuti medan perang yang membara
didalam hutan tembakan mortir, kekasihku,
engkau menyapa pelangi yang agung dan syahdu

Peluruku habis
dan darah muncrat dari dadaku
maka disaat seperti itu
kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakek ku yang telah gugur
didalam berjuang membela rakyat jelata


Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang

Tuhanku'
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris diatas ribuan
kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa
tanah sepi kehilangan lelakinya
bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
waktu itu, Tuhanku'
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku
adalah satu warna
dosa dan nafasku
adalah satu udara
tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
sementara ku lihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang menghianatiMu


Tuhanku
erat-erat kegenggam senapanku
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku 



Iklan Atas Artikel

Iklan

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel